0
Kondisi Perkoperasian Indonesia saat ini
Posted by Anita Riani Jarkasih
on
06.31
KONDISI PERKOPERASIAN INDONESIA SAAT INI
KOPERASI DI INDONESIA
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU No.12 Tahun 1967 dan UU No.12 Tahun 1992,Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
SEJARAH KOPERASI DI INDONESIA
Gerakan koperasi dimulai sekitar abad ke-20 yang pada mulanya bertumbuh dari kalangan rakyat, karena pada waktu itu penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial yang di timbulkan oleh sistem kapitalisme yang begitu memuncaknya.Beberapa orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas, terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara sepontan mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya. Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi). Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadikoperasi. Disamping itu ia pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani menyimpan padi pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu menjadiKoperasi Kredit PadiTetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa ,rumah gadai dan Centrale Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyak Indonesia (BRI). Semua itu adalah badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah. Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat. Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe CooperatievePada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan penyebarluasan semangat koperasi. Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai. Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan rakyat Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.
KONDISI PERKOPERASIAN SAAT INI
MEMASUKI 2011, DUNIA KOPERASI MASIH “BERMASALAH”
03 Jan 2011 Harian Ekonomi Neraca Headline
Oleh Rindy Rosandya (Wartawan Harian Ekonomi NERACA)
Filosofi koperasi adalah sokoguru ekonomi bangsa ternyata masih jauh api dari panggang. Buktinya, sepanjang 2010 gerakan koperasi di Indonesia terjerat persoalan kompleks yang membuatnya sulit berkembang. Sepanjang 2010 itu pula gerakan koperasi belum mampu berkontribusi besar dalam sektor perekonomian karena terjerat kompleksnya persoalan mulai dari kelembagaan hingga aturan perundangan.Ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) Teguh Boediyana berpendapat, gerakan koperasi masih menghadapi masalah kelembagaan yang belum kuat hingga aturan serta kebijakan yang belum mendukung. Selain itu, sektor riil di tanah air juga belum sepenuhnya digarap melalui wadah koperasi.Oleh karena kompleksnya masalah yang dihadapi koperasi tersebut, maka pada 2011 ia memperkirakan koperasi belum mampu memberikan kontribusibesar terhadap perekonomian Indonesia. "Tapi, kita harus mulai mengerahkan kemampuan untuk mengurangi titik-titik lemah koperasi pada 2010," kata dia.Menurut Teguh, Indonesia belum memiliki sumber daya yang cukup besar untuk menggerakkan koperasi dan hal itu juga diakui pemerintah melalui penerapan program Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi (Gemaskop).Dia menambahkan, proyeksi koperasi 2011 juga belum dan sulit untuk dapat digambarkan. "Jika tidak ada kebijakan dan langkah yang berdampak terhadap pengembangan koperasi di masa depan, mungkin kondisinya akan tetap sama terpu-ruknya," katanya.Seharusnya, lanjut Teguh, dilakukan pengkajian tentang sebab-sebab keterpurukan koperasi sebagai bahan penyusunan kebijakan pengembangan koperasi ke depan. Ia mencontohkan, sudah saatnya mengambil langkah untuk mencegah penyimpangan koperasi simpan pinjam, revitalisasi koperasifungsional, dan memperbaiki kinerja koperasi yang bergerak di sektor riil termasuk meningkatkan kegiatan ekspor.
Hal senada dikatakan Ketua Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) Djabaruddin Djohan. Dia mengatakan, sepanjang 2010 kondisi koperasi dari segi kuantitas berkembang pesat tetapi dari segi kualitas memprihatinkan. "Ketergantungan pada pihak luar terutama kepada pemerintah masih cukup besar," kata Djabaruddin, yang juga pengamat koperasi.Menurut Djabaruddin, pada umumnya, pemahaman organisasi koperasi mengenai jati diri koperasi masih sangat terbatas, di mana koperasi masih lebih banyak dipahami sebagai lembaga ekonomi yang keberhasilannya diukur dari aspek ekonomi semata seperti volume usaha dan sisa hasil usaha (SHU).Selain itu dimensi sosial seperti kebersamaan, peduli lingkungan, dan demokrasi yang seharusnya menjadi faktor keunggulan ternyata masih banyak diabaikan. Sampai sejauh inimayoritas koperasi yang berkembang adalah Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam sementara sektor riil sulit berkembang. Meskipun demikian sebagian besar KSP maupun USP tersebut banyak melakukan penyimpangan dari jati diri koperasi maupun peraturan perundangan yang berlaku tanpa ada upaya untuk meluruskan otoritas koperasi. "Sebagai gerakan koperasi, organisasi gerakannya juga belum menunjukkan peranan yang seharusnya di mana kegiatannya masih sepenuhnya tergantung pada APBN tanpa kontribusi anggota," kata Djabaruddin.Sementara dari segi pembinaan oleh pemerintah, pengaruh positif belum banyak dirasakan dengan kegiatan yang masih berorientasi proyek, pembinaan dicampur dengan UKM, para pejabat kurang paham masalah koperasi, hingga pembinaan di daerah yang sangat tergantung pada kepala daerah yang tidak jarang tidak paham soal koperasi. "Beberapa kementerian menyelenggarakanproyek pengembangan kelompok usaha bersama yang dikelola secara koperatif tanpa koordinasi dengan Kementerian Koperasi," papar Djabaruddin.
Djabaruddin berpendapat jika kondisi koperasi tetap seperti itu maka akan sulit berkembang menjadi lembaga yang sehat dan kuat, berperanan secara mikro maupun secara makro. "Ke depan prospek koperasi akan lebih baik jika pembinaan organisasi koperasi lebih diarahkan pada kelembagaannya sehingga mampu beroperasi di pasar bebas," katanya.Djabaruddin juga menyarankan agar organisasi gerakan koperasi mampu melaksanakan fungsi utamanya secara swadaya dengan dukungan penuh para anggotanya. Selain itu, peran pemerintah harus lebih diarahkan pada fungsi pengaturan dan fasilitas secara selektif dipadukan dengan adanya koordinasi antan-organisasi gerakan koperasi dan pemerintah dalam kebijakan dan pembinaan koperasi.
Kalla: Koperasi Harus Disesuaikan dengan Kondisi Kekinian
Ekonomi - / Rabu, 14 September 2011 18:18 WIB
Metrotvnews.com, Bandung: Mantan Wapres Jusuf Kalla menegaskan, untuk membangun kembali koperasi di Indonesia yang dibutuhkan adalah menetapkan tujuan yang ingin dicapai sesuai kondisi kekinian, bukan kondisi 50 tahun ke belakang. Demikian dikatakannya dalam acara Pelantikan Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) periode 2011-2016, Burhanuddin Abdullah, di Kampus Ikopin, Sumedang, Jawa Barat, Rabu (14/9). Kalla mengatakan salah satu faktor yang membuat koperasi kurang diminati adalah masih melekatnya pandangan tentang koperasi 50 tahun lalu. Ia menekankan, yang perlu dilakukan untuk membangun koperasi adalah penyesuaian langkah dengan kondisi saat ini. "Janganlah kita mengingat lagi koperasi jaman dulu, masa itu sudah lewat. Memang prinsip koperasi harus tetap dipertahankan, namun bukan berarti cara yang ditempuhnya harus tetap sama," kata Kalla yang ditunjuk sebagai Ketua Majelis Pemangku Ikopin saat memberikan kuliah umum tentang "Pengembangan Kewirausahaan dalam Gerakan Koperasi sebagai Solusi Ekonomi Bangsa".
Kalla mengakui, saat ini kita tidak bisa menjalankan koperasi sama seperti zaman Bung Hatta. "Karena dunia itu dinamis, apalagi pendidikan, keduanya sangat dinamis. Jadi, sebenarnya sah saja jika kita mengubah caranya, asalkan tidak mengubah tujuannya, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur," lanjutnya.Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih untuk berbelanja di minimarket waralaba yang kini semakin berkembang dan menjamur di hampir seluruh daerah di Indonesia, baik di kota besar maupun di pelosok. Padahal, lanjutnya, konsep dan prinsip yang dijalankan minimarket waralaba tersebut adalah prinsip koperasi. "Sebenarnya mereka itu meniru konsep koperasi, hanya saja pengemasan yang mereka buat lebih menarik dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini. Jadi, tidak heran jika masyarakat akan lebih memilih minimarket waralaba," kata Kalla.Dari kasus tersebut, Kalla menilai ada satu hal yang menyebabkan hal itu terjadi, yaitu lunturnya kepercayaan masyarakat. "Nah, ini yang menjadi tantangan terberat bagi institusi saat ini. Bagaimana cara membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap koperasi," katanya.Dalam kuliah umum tersebut, Kalla memaparkan beberapa solusi untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Salah satunya, menata kembali koperasi dari bawah. "Kita harus menata kembali koperasi dari bawah, bukan dari atas. Maksudnya yang harus dilakukan adalah menanamkan semangat koperasi di desa-desa," tuturnya.Dengan adanya institusi seperti Ikopin, Kalla mengatakan penanaman semangat untuk berkoperasi seharusnya bisa dihidupkan kembali. Kalla menilai, institusi seharusnya bukan hanya mencetak lulusan sarjana koperasi saja, melainkan harus mampu menyebarkan pengetahuan dan wawasan tentang koperasi."Kita memang membutuhkan sarjana koperasi, tapi tetap yang kita butuhkan adalah penyebaran wawasan berkoperasi pada masyarakat dan menanamkan semangatnya," katanya.Kuliah umum berdurasi sekitar 30 menit tersebut dihadiri Ketua Pembina Yayasan Koperasi (YPK) Muslimin Nasution, Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram, Rektor Ikopin periode 2007-2011 Rully Indrawan, dan Rektor Ikopin terpilih periode 2011-2016 yang baru saja dilantik, Burhanuddin Abdullah. Kuliah umum oleh Kalla ini disaksikan pula oleh sejumlah dosen dan mahasiswa Ikopin.(Ant/BEY)
Kalla mengakui, saat ini kita tidak bisa menjalankan koperasi sama seperti zaman Bung Hatta. "Karena dunia itu dinamis, apalagi pendidikan, keduanya sangat dinamis. Jadi, sebenarnya sah saja jika kita mengubah caranya, asalkan tidak mengubah tujuannya, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur," lanjutnya.Masyarakat saat ini cenderung lebih memilih untuk berbelanja di minimarket waralaba yang kini semakin berkembang dan menjamur di hampir seluruh daerah di Indonesia, baik di kota besar maupun di pelosok. Padahal, lanjutnya, konsep dan prinsip yang dijalankan minimarket waralaba tersebut adalah prinsip koperasi. "Sebenarnya mereka itu meniru konsep koperasi, hanya saja pengemasan yang mereka buat lebih menarik dan disesuaikan dengan kondisi masyarakat saat ini. Jadi, tidak heran jika masyarakat akan lebih memilih minimarket waralaba," kata Kalla.Dari kasus tersebut, Kalla menilai ada satu hal yang menyebabkan hal itu terjadi, yaitu lunturnya kepercayaan masyarakat. "Nah, ini yang menjadi tantangan terberat bagi institusi saat ini. Bagaimana cara membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap koperasi," katanya.Dalam kuliah umum tersebut, Kalla memaparkan beberapa solusi untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat. Salah satunya, menata kembali koperasi dari bawah. "Kita harus menata kembali koperasi dari bawah, bukan dari atas. Maksudnya yang harus dilakukan adalah menanamkan semangat koperasi di desa-desa," tuturnya.Dengan adanya institusi seperti Ikopin, Kalla mengatakan penanaman semangat untuk berkoperasi seharusnya bisa dihidupkan kembali. Kalla menilai, institusi seharusnya bukan hanya mencetak lulusan sarjana koperasi saja, melainkan harus mampu menyebarkan pengetahuan dan wawasan tentang koperasi."Kita memang membutuhkan sarjana koperasi, tapi tetap yang kita butuhkan adalah penyebaran wawasan berkoperasi pada masyarakat dan menanamkan semangatnya," katanya.Kuliah umum berdurasi sekitar 30 menit tersebut dihadiri Ketua Pembina Yayasan Koperasi (YPK) Muslimin Nasution, Deputi Bidang Pengembangan SDM Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram, Rektor Ikopin periode 2007-2011 Rully Indrawan, dan Rektor Ikopin terpilih periode 2011-2016 yang baru saja dilantik, Burhanuddin Abdullah. Kuliah umum oleh Kalla ini disaksikan pula oleh sejumlah dosen dan mahasiswa Ikopin.(Ant/BEY)
Sumber: http://metrotvnews.com/read/news/2011/09/14/64770/Kalla-Koperasi-Harus-Disesuaikan-dengan-Kondisi-Kekinian
KOPERASI INDONESIA DI TENGAH PERKEMBANGAN KOPERASI DUNIA
KOPERASI INDONESIA DI TENGAH PERKEMBANGAN KOPERASI DUNIA
Written by Djabaruddin Djohan |
Thursday, 19 March 2009 19:01 |
ICA (International Cooperative Alliance) adalah organisasi gerakan koperasi internasional yang dibentuk pada 1895, dan saat ini beranggotakan 220 organisasi gerakan koperasi dari 85 negara (termasuk gerakan koperasi Indonesia yang diwakili oleh Dekopin) yang memiliki lebih dari 800 juta anggota perorangan yang tersebar di seluruh dunia. Dalam General Assembly yang diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2007 yang lalu di Singapura, ICA antara lain telah meluncurkan suatu proyek yang disebut ICA Global 300, yang menyajikan profil 300 koperasi klas dunia. Yang dijadikan kriteria untuk dapat terjaring dalam Global 300 ini, disamping jumlah volume usaha (turnover) serta asset, juga kegiatannya dalam melaksanakan tanggung jawab sosial (Cooperative Social Responsibility), yang antara lain meliputi: pelaksanaan nilai dan prinsip koperasi, pelaksanaan demokrasi, kepedulian pada lingkungan, serta keterlibatan dalam pembangunan masyarakat. Dengan kriteria ini berbagai jenis koperasi, yang berasal dari 28 negara dengan turnover sejak $AS 63.449.000.000 hingga $ 654.000.000, termasuk dalam kelompok koperasi klas dunia ini. Dari berbagai jenis koperasi tersebut, yang terbanyak adalah koperasi/sektor keuangan (perbankan, asuransi, koperasi kredit/credit union) sebesar 40%, kemudian disusul koperasi pertanian (termasuk kehutanan) sebesar 33%, koperasi ritel/wholesale sebesar 25%, sisanya adalah berbagai macam koperasi, seperti: koperasi kesehatan, energi, manufaktur dan sebagainya. Dilihat dari penyebarannya, dari 300 koperasi tersebut, 63 koperasi diantaranya berada di Amerika Serikat kemudian disusul 55 koperasi di Perancis. 30 koperasi di Jerman, 23 koperasi di Itali dan 19 koperasi di Belanda. Cukup menarik, di negara-negara yang biasa kita sebut sebagai negara kapitalis liberal ini, yang tidak memiliki U.U koperasi dan Menteri Koperasi, beberapa di antaranya memiliki koperasi yang memberikan sumbangan cukup berarti pada perekonomian nasionalnya, khususnya dalam bentuk sumbangan pada PDB, yaitu sebesar 21% di Finlandia, 17.5% di Selandia Baru, 16.4% di Swiss dan 13% di Swedia. Di beberapa negara Asiapun terdapat cukup banyak koperasi yang termasuk dalam daftar Global 300, seperti Jepang yang menempatkan 12 koperasi raksasanya, 2 diantaranya bahkan menduduki peringkat 1 dan 2, yaitu Zeh Noh (koperasi pertanian, yang beromzet $AS 63.449.000.000) dan asset $ 18.357.000.000 dan Zenkyoren (koperasi asuransi yang beromzet $ AS 46.819.000.000) dan asset $ 406.224.000.000, Kemudian Korea Selatan yang walaupun hanya menempatkan 2 koperasi, satu diantaranya, yaitu NACF (National Agricultural Cooperative Federation) dengan turnovernya sebesar $AS 24.687.000.000 dan asset $ 199.783.000.000 menduduki rangking 4. India juga memiliki 2 koperasi unggulan, yang satu koperasi pupuk IFFCO (Indian Farmers Fertilizer Cooperative) yang turnovernya $AS 1.683.000.000 dan asset $ 1.251.000.000 (peringkat 140) dan koperasi susu Amul yang turnovernya $AS 670.000.000 dan asset $ AS 11.000.000 (peringkat 295). Dan jangan lupa Singapura, negara yang hanya berpenduduk + 4.4 juta itu juga menempatkan 2 koperasi unggulannya, yaitu koperasi asuransi NTUC Income yang turnovernya $AS 1.273.000.000 dan asset $ AS 10.015.000.000 (peringkat 180) dan koperasi ritel NTUC Fairprice yang turnovernya $AS 808.000.000 dan asset $ AS 586.000.000 (peringkat 264). Salah satu koperasi klas dunia versi Global 300 ICA yang termasuk dalam kelompok perusahaan klas dunia versi Fortune adalah Credit Agricole Group (Bank Koperasi Pertanian) dari Perancis, yang dengan turnover sebesar $ AS 30.722..000.000 dan asset sebesar $ AS 128.623.100.000, dan keuntungan sebesar $ AS 8.808.000.000, menduduki peringkat 18. Peringkat 1 versi Fortune ini adalah Wal-Mart Store yang pendapatannya sebesar $ AS 351.139.000.000, dan keuntungan sebesar $ AS 1.284.000.000 (2008). Selain ICA Global 300 yang menyajikan profil koperasi-koperasi klas dunia, dalam kesempatan General Assembly tersebut ICA juga meluncurkan Developing 300 Project, yang menyajikan profil koperasi-koperasi di negara sedang berkembang dengan kriteria turnover dan asset yang lebih rendah, yang tertinggi Saludcoop koperasi kesehatan Columbia yang turnovernya sebesar $ AS 504.681.000 dan assetnya $ AS 223.893.000, sedangkan yang terendah adalah koperasi pertanian Uganda yang turn overnya $ AS 512.000 dan assetnya $ 399.000. Kedalam kelompok ini 5 negara Asia: Malaysia, Pilipina, Muangthai, Srilangka dan Vietnam masing-masing menempatkan 5 koperasi, sedangkan 4 negara Afrika: Ethopia, Kenya, Tanzania dan Uganda juga masing-masing menempatkan 5 koperasi; sementara dari Amerika Selatan, Columbia, Kostarika dan Paraguay juga menempatkan masing-masing 5 koperasi. Di tengah perkembangan koperasi di seluruh dunia, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang seperti diuraikan diatas, bagaimana dengan perkembangan koperasi di Indonesia? Seperti kita lihat, apalagi dalam ICA Global 300 yang meyajikan koperasi-koperasi klas dunia, dalam Developing 300 Projectpun yang menyajikan perkembangan koperasi-koperasi di negara sedang berkembang, tak satupun koperasi dari Indonesia yang masuk daftar. Apa yang terjadi dengan perkembangan koperasi di Indonesia? Seperti kita ketahui, dari sejarahnya koperasi sudah dikenal pada masa peralihan abad 19-20 –yang berarti sudah lebih dari satu abad- yang kemudian juga dipraktekkan oleh para pimpinan pergerakan nasional. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin, yang berarti tahun ini usia organisasi gerakan koperasi ini sudah 61 tahun Dengan modal pengalaman selama lebih dari satu abad, dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Niat baik dari founding fathers untuk menjadikan koperasi sebagai “pelaku utama” dalam perekonomian nasional dengan mencantumkan peranan koperasi dalam konstitusi, diterjemahkan oleh pemerintahan demi pemerintahan sesuai dengan misi politiknya. Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. Kebijakan yang menempatkan peranan pemerintah sangat dominan dalam pembangunan koperasi, menjadikan gerakan koperasi menjadi sangat tergantung pada bantuan luar, hal yang sangat bertentangan dengan hakekat koperasi sebagai lembaga ekonomi sosial yang mandiri. Di masa reformasi sekarang ini, sikap ketergantungan gerakan koperasi ini masih sangat kuat, yang antara lain tercermin dari ketergantungan sepenuhnya Dekopin, organisasi tunggal gerakan koperasi pada APBN (satu hal yang mendorong konflik berkepanjangan di kalangan gerakan sendiri), bukan pada dukungan dari anggota-anggotanya sebagai wujud dari kemandirian. Lebih parah lagi antara gerakan koperasi (cq Dekopin) dan Pemerintah (cq Kementerian Koperasi dan UKM) yang seharusnya bahu membahu dalam pembangunan koperasi, seperti yang dilakukan oleh beberapa negara tetangga kita, sulit sekali terjadi, sehingga masing-masing memiliki agenda sendiri-sendiri, dengan akibat pembangunan koperasi menjadi tidak terarah. Termasuk pembangunan koperasi pertanian yang setelah KUD tidak lagi berdaya, belum lagi ada pemikiran untuk membangun koperasi pertanian. Koperasi yang benar-benar berbasis pada para petani sebagai anggotanya, bukan koperasi pedesaan yang anggotanya heterogen seperti KUD. |